Kamis, 20 Maret 2014

Karakter Topeng Malang

Malang - Sekarang ., kami mau membahas tentang karakter topeng malangan .. Yaitu ada Panji , Dewi Sekartaji , Bapang , Gunung Sari , dan juga Klana .., satu-satu yaa .. Yang pertama ada Panji Asmoro Bangun .. 


Kalo di tokoh wayang jawa pada umumnya yag menjadi tokoh sentralato pahlawan adalah Gatot Kaca....nah klo di topeng Malangan tokoh super hero-nya adalah Prabu Asmara Bangun. Cerita topeng Wayang-an kebanyakan adalah tokoh kepahlawanan ato panji...yang ni salah satu panji yang ada...jadi masih banyak panjipanji yang lain... Sifat Panji Asmara Bangun sendiri adalah bijaksana, baik, suka menolong, jujur, ikhlas, hebat...hehehe...mantap dech yang ni...oiya...Prabu Asmara Bangun juga merupakan suami dari Dewi Sekar Taji yang terkenal cantik...

Yang Kedua ada Dewi Sekar Taji ,
Suit...suit...yang ni sangat cantik, molek, komes.....tokoh perempuan yang melambangkan keindahan wanita ada pada Dewi Sekartaji...Dewi Sekartaji memiliki sifat yang baik, cerdas, suci, lugu hmmm....sip dech yang ni...jadi cocok lah menjadi istri Panji Asmara Bangun.

 

Yang ketiga ada Bapang

Salah satu tokoh jahat yang suka mengganggu Prabu Asmara Bangun...Bapang adalah teman dari Kelono Sewandono tokoh jahat juga....tapi Bapang adalah tokoh jahat yang berkarakter lucu...dia juga tukang tipu dan hasut...makanya dilambagkan berhidung panjang seperti sinderela...(eh..salah...pinokio) 

Lalu ada Klana juga ..
yang terakhir ada gunung sari


 

Nilai Humaniora topeng malangan

Malang - Oke , jujur aja ya .. postingan yang satu ini susah banget -_-" .. Jadi sorry ya kalo gaje ..
Tari topeng malangan kian hari kian nyaris punah saja. Sebagai pecinta tari yang amat peduli akan tarian ini yang menjadi salah satu  aset kekayaan etnik budaya tradisional Indonesia yang ada di Malang, saya merasa miris karena kini semakin terkikis oleh kesenian modern.
Padahal,  sesungguhnya tarian ini  amat khas dan unik. Karena gerakan tarian ini merupakan perpaduan antara budaya Jawa Tengah , Jawa Barat dan Jawa Timur, khususnya Blambangan dan Osing. Sejarah kemunculan awalnya,  konon tari topeng ini diciptakan oleh Airlangga dari Kerajaan Kediri. Ia kemudian menyebarkan seni tari ini ke wilayah Malang tepatnya di wilayah Kerajaan Singhasari. Akar gerakan ini diperkaya pula oleh unsur gerak dan musik yang dinamis dari Etnik Jawa, Madura dan Bali. Tarian ini kerap dipakai sebagai tarian pembuka, atau di Malang sering dikenal sebagai tarian beskalan. Tarian ini diperkirakan muncul sekitar awal abad 20 an. Dan meraih puncak kejayaannya pada tahun 70-an. Kesenian ini pada waktu itu mampu membuat tenar nama Malang, dan Tarian Topeng Malangan ini dulunya dipakai sebagai ritual dan adat , namun juga sering ditampilkan untuk para tamu dalam bentuk drama tari. Kisah Ramayana, Mahabarata dan Panji. Kemenarikan tarian ini terlihat dari unsur gerakan, keluwesan penari dalam membawakan tariannya dan juga penggunaan kostumnya. Sedangkan cerita dari tarian ini  menceritakan Panji Asmarabangun,    dengan tokoh Dewi Sekartaji , Dewi Kilisuci, Bapang dan Panji Asmarabangun itu sendiri. Tari ini juga perlambang dari sifat manusia, karenanya dalam tarian ini digambarkan dalam banyak model topeng yang berbeda - beda seperti gembira, menangis, tertawa sedih dll.
Tari Topeng Malangan yang terkenal bernama Tari Bapang amat menarik ditandai penari yang memakai topeng berhidung yang panjang, mata yang lebar dan gerakan yang jenaka, memiliki ekspresi seni yang tinggi, nilai estetika dan filosofi hidup. Sedangkan komunitas tari topeng malangan yang masih eksis hingga kini dapat dijumpai di Padepokan Topeng Glagahdowo Di Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang, serta Padepokan Asmorobangun dan Padepokan Galuh Chandra Kirana di Kecamatan Pakisaji Malang Selatan. Sedangkan sang maestro tari topeng malangan yang terkenal  bernama Mbah Karimun almarhum selain melestarikan tarian ini di padepokannya di desa Karangpandan Kecamatan Pakisaji Kabupaten Malang, namun juga menciptakan berbagai macam bentuk topeng, yang dipahat dari tangannya sendiri semasa beliau masih hidup. Beliau adalah pahlawan kesenian karena ikut melestarikan budaya Indonesia agar tak lekang oleh gerusan jaman. Ketekunannya dilandasi oleh semangat pengabdian dan kesetiaan pada tradisi topeng yang diwarisi dari para leluhurnya. Namun sebaliknya, anak muda pada masa sekarang kurang bisa menghargai kesenian daerah, dan kurang berminat untuk mempelajari dan mengembangkan tarian ini. Semoga harapan ke depannya tari topeng malangan bisa mengembalikan kejayaannya di masa lampau. Khususnya semakin meningkatnya generasi muda yang mau berekspresi serta mempelajari tarian ini. Untuk selalu setia pada warisan tradisi dari nenek moyang agar tak lekang oleh kemajuan jaman. Marilah kita cintai tari topeng malangan dan lestarikan kebudayaan Indonesia !

Cerita pertunjukan tari topeng malangan

 
Malang - Kali ini kami akan membahas tentang cerita pertunjukan tari topeng malang. Memang agak sulit sih , nyari yang stu ini .. tapi yaa gpp deh , buat tugas :D ...
Malang sebenarnya tidak melulu tentang udara dingin dan apelnya. Lebih dari itu Malang menyimpan kebudayaannya sendiri, yang sayangnya tergerus waktu. Seperti salah satunya adalah seni pertunjukan tari Topeng Malangan.  Keberadaan tari Topeng Malangan sudah ada sejak abad ke-13 Masehi. Seni pertunjukan  topeng ini memiliki akar pada tradisi pemujaan terhadap nenek moyang dari masyarakat yang masih menganut kepercayaan animisme pra Hindu di Jawa. Para penari topeng dianggap sebagai media atau wadah bersemayamnya roh nenek moyang. Mereka percaya bahwa nenek mpyang itu datang untuk  memberi berkat kepada anak cucunya dan menerima pemujaan mereka.

Panji Asmorobangun
Pementasan tari topeng ini, biasanya membawa cerita kisah Panji Asmorobangun. Yakni putera mahkota dari kerajaan Daha, atau Doho, yang merupakan salah satu kerajaan besar di Jawa. Karakter-karakter pada cerita ini adalah, Raden Panji Inu Kertapati (Panji Asmarabangun), Galuh Candrakirana, Dewi Ragil Kuning atau Raden Gunungsari. Karakter-karakter yang dibawakan oleh para penarinya sangatlah beragam. Seperti kalangan ningrat yang bergerak dengan elegan, anggun, berwibawa, atau karakter yang membuat penarinya memainkan gerakan keras, agresif, dan tergesa-gesa.
Ada berbagai macam versi dari cerita Panji ini, namun biasanya mempunyai alur cerita yang tidak terlalu jauh berbeda. Yakni berkisah tentang pangeran yang menyamar menjadi rakyat jelata untuk mencari istri atau kekasihnya yang menghilang. Cerita rakyat Jawa seperti Ande-Ande Lumut dan Keong Mas, juga dianggap sebagai versi lain dari cerita Panji.

Ringkasan cerita Raden Panji tersebut kira-kira seperti berikut:

“Alkisah Raden Panji Asmarabangun adalah putera mahkota dan akan menggantikan kedudukan Ayahandanya sebagai raja. Sedangkan Galuh Candrakirana adalah puteri raja kerajaan Jenggala. Kedua putera dan puteri mahkota itu dijodohkan dalam rangka mempererat hubungan diplomatik kedua kerajaan. Sayangnya kedua anak raja tersebut menolak perjodohan ini, karena Raden Panji telah mempunya kekasih yang bernama Dewi Anggraini, puteri patih kerajaan Panjalu. Singkat cerita, sang Raja, ayah dari Raden Panji Asmarabangun memerintahkan untuk membunuh Dewi Anggraini karena dianggap menjadi penghalang bersatunya kedua putera puteri Raja. Setelah kematian Dewi Anggraini, Raden Panji Asmarabangun mencari Dewi Galuh Candrakirana untuk dinikahinya. Cerita berakhir dengan perkawinan Raden Panji Asmarabangun dan Dewi Galuh Candrakirana.”


Panggung
Panggung pertunjukan kesenian ini biasanya penuh dengan ornamen khas masyarakat Hindu Jawa. Pertunjukan Topeng Malangan biasanya dipentaskan setiap Senin Legi (kalender penanggalan Jawa) di sanggar tari Asmoro Bangun yang terletak di daerah Dusun Kedungmonggo Kecamatan Pakisaji Malang. Pertunjukan tari tersebut diselenggarakan oleh komunitas tari pimpinan (alm.) Mbah Karimun, seorang maestro tari Topeng Malangan dan pelestari budaya tari topeng hingga menjadi ikon budaya kebanggaan kota Malang.
Pertunjukan dibuka dengan iringan musik gamelan Jawa yang disebut Gending Giro. Ciri khas musik pengiring ini adalah tenang dan syahdu. Tujuannya adalah untuk mengalihkan perhatian penonton sekaligus untuk memberitahukan bahwa pertunjukan tari akan segera dimulai. Pada beberapa pertunjukan tari topeng, kadang-kadang ada yang menampilkan Tari Remo sebagai ucapan selamat datang kepada para tamu atau hiburan ringan lawak atau ludruk.
Selanjutnya seorang penyanyi yang disebut sinden, menyanyikan lagu berbahasa Jawa kuno. Sinden berperan menceritakan ringkasan kisah yang akan dimainkan para penari. Kemudian, seorang anggota komunitas akan menyampaikan sambutan, menyapa penonton, dan  menceritakan sinopsis cerita.

Sajen
Sebelum pertunjukan dimulai, dalang membaca mantra dan membawa persembahan ke panggung yang ditujukan kepada roh nenek moyang. Sajen ini untuk mencegah terjadinya bencana selama pertunjukan berlangsung. Persembahan atau sesajen itu biasanya berupa kemenyan, sesisir pisang, air sari tape, bunga-bungaan, daun sirih segar, uang, nasi tumpeng, dan telur.
Setelah berbagai ritual diselesaikan, maka dimulailah pertunjukan tari topeng yang berlangsung sekitar tiga jam saja. Dahulu, pertunjukan tari topeng ini bisa berlangsung mulai kira-kira pukul 20.00 hingga subuh. Namun seiring perkembangan zaman, masyarakat lebih menyukai jalan cerita yang tidak terlalu panjang dan membosankan.
Bagian yang terakhir adalah tradisi memakan sesajen bersama-sama setelah pertunjukan tari selesai. Hal ini berbeda dengan ritual pada zaman dahulu, yaitu setelah pertunjukan sesajen tidak dimakan tetapi diletakkan di sebuah punden (tempat keramat yang terdapat makam pendiri daerah). Mungkin agak gaje ya postingan yang stu ini ... Oke deh gpp :)

Pelestari Topeng Malangan

Malang - Kali ini kami akan mambahas tentanhg siapa yang melestarikan Topeng Malangan ??
Handoyo tidak hanya lihai mengukir kayu menjadi topeng sesuai karakter tokoh dalam seni wayang topeng malang, tetapi dia juga biasa memerankan tokoh utamanya dalam berbagai pentas. Handoyo, cucu almarhum Mbah Karimun, maestro topeng malang, memang ”mengemban tugas” untuk melestarikan kesenian yang telah diwariskan secara turun-temurun itu.
Matahari bersinar terik pada Jumat, pertengahan Mei lalu. Namun, suasana di Pedepokan atau Sanggar Asmoro Bangun yang berada di ujung Jalan Prajurit Slamet, Dukuh Kedung Monggo, Desa Karangpandan, Pakisaji, Kabupaten Malang, Jawa Timur, itu terasa lebih sejuk.
Di bangunan pendapa itu beberapa anak tampak asyik bermain karambol. Di tempat itu pula Handoyo dan para penari berlatih menari sekaligus berpentas.
Sementara di belakang gerai yang digunakan untuk memamerkan puluhan topeng dengan karakter berbeda-beda, terlihat pria yang memiliki nama lengkap Tri Handoyo (35) itu tengah bekerja.
Rupanya ia sedang menyempurnakan topeng berbahan baku kayu beringin kecoklatan dengan memakai gancu (alat pengikis kayu mirip cangkul) kecil. Beberapa potong kayu bakalan topeng tertumpuk di sekeliling Handoyo.
Meski sedang sibuk, Handoyo tetap menyambut setiap tamu yang datang. Siang itu, misalnya, baru sekitar 30 menit sudah ada lima tamu yang berkunjung ke pedepokan tersebut. Mereka ada yang datang untuk sekadar melihat ataupun memesan topeng sebagai suvenir.
”Sebenarnya kami juga melayani pesanan (pembuatan topeng), termasuk dari luar negeri, seperti Jerman, Belanda, dan Jepang,” ujarnya.
Handoyo kemudian bercerita, pembuatan topeng yang dia kerjakan bersama enam warga setempat itu semula hanya untuk memenuhi kebutuhan properti kesenian wayang topeng. Memang wayang topeng telah digeluti keluarga besar Handoyo secara turun-temurun.
Kesenian wayang topeng sesungguhnya telah lama berkembang di Malang dan sekitarnya. Sebagian orang menyebut wayang topeng malang dengan wayang topeng malangan.
Menjadi kerajinan
Topeng untuk kebutuhan pementasan wayang topeng malang tersebut kemudian bertransformasi dan dikembangkan untuk keperluan lain, yakni kerajinan. Handoyo bercerita, awalnya sang kakek, Mbah Karimun, yang mulai membuat kerajinan topeng tersebut.
Ketika itu Mbah Karimun membuat topeng guna mengganti properti lama yang hilang dicuri orang. Peristiwa itu terjadi pada masa kolonial saat rumah penduduk Kedung Monggo banyak ditinggal mengungsi akibat peperangan yang terjadi.
Mbah Karimun merupakan keturunan ketiga dari Mbah Serun, kakek buyut Handoyo, yang awalnya memiliki grup wayang topeng di Kedung Monggo. Dulu Mbah Karimun membuat topeng untuk keperluan sendiri.
Oleh karena buatannya bagus, kemudian banyak orang memesan topeng-topeng tersebut. Ayah Handoyo, Taslan, lalu mengembangkan kerajinan topeng dalam berbagai bentuk yang lebih fleksibel penggunaannya, mulai dari hiasan sampai gantungan kunci.
Atas kiprahnya dalam bidang seni, MbahKarimun yang meninggal pada 2010 mendapatkan anugerah gelar maestro dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, juga pada 2010.
”Dalam bidang kesenian wayang topeng, saya generasi kelima. Sementara dalam pembuatan topeng, saya merupakan generasi ketiga,” tutur Handoyo, anak bungsu dari tiga bersaudara yang kedua kakaknya memilih berkarya sebagai pegawai.
Melatih siswa SD-SMP
Wayang topeng merupakan sebuah kesenian yang mirip wayang orang, tetapi pemainnya memakai topeng. Di dalamnya ada alur cerita dan tarian. Cerita yang dibawakan biasanya seputar kisah Panji dari Kerajaan Jenggala di Kediri.
Di Sanggar Asmoro Bangun terdapat 76 karakter, tetapi yang biasa dipentaskan hanya 20-25 topeng. Mereka terdiri dari empat kelompok utama, yakni tokoh baik, tokoh antagonis, para pembantu yang lucu, dan satwa sebagai pelengkap.
Sekarang di Malang masih terdapat beberapa kelompok kesenian wayang topeng. Namun, menurut Handoyo, Pedepokan Asmoro Bangun termasuk yang paling aktif. Hal ini ditunjukkan, antara lain, melalui kegiatan rutin mereka.
Setiap minggu selalu ada pembelajaran tari bagi para siswa SD dan SMP. Sekarang ada sekitar 50 siswa yang belajar di Pedepokan Asmoro Bangun. Ada juga latihan karawitan bagi remaja yang dilakukan tiga kali dalam sepekan. Selain itu, ada pentas bulanan bertajuk ”Gebyak Topeng Senin Legian” yang telah berlangsung selama empat tahun terakhir ini.
”Di pedepokan ini regenerasi kesenian wayang topeng tetap berlangsung. Mereka yang terlibat dalam pembuatan topeng kebanyakan juga para pemain wayang topeng kami,” ungkap Handoyo.
Anak-anak yang belajar di pedepokan ini, selain mendapatkan pelajaran menari wayang topeng malang, juga diarahkan untuk membuat topeng.
”Awalnya saya mengajari mereka dengan menggosok topeng, lalu mengecat, sebelum nantinya bisa membuat sendiri topeng yang sederhana,” tutur Handoyo yang lulus sekolah menengah pariwisata ini.
Biaya swadaya
Semua kegiatan seni, mulai dari pembelajaran tari bagi anak-anak, latihan karawitan, sampai pentas bulanan, dibiayai secara swadaya oleh Handoyo. Dana tersebut diperoleh Handoyo dari hasil menyisihkan penjualan topeng. Sementara para murid tari di pedepokan ini tidak dikenai biaya.
Sanggar Asmoro Bangun sudah sering menggelar pentas, terutama di Malang Raya, yang meliputi Kota Malang, Kabupaten Malang, dan Kota Batu. Pada 2-6 Maret lalu, misalnya, mereka menghadiri undangan pentas di Bangkok, Thailand, dalam rangka Festival Panji Se-Asia Tenggara. Kegiatan ini diikuti lima negara, yaitu Indonesia, Malaysia, Myanmar, Thailand, dan Kamboja.
Bersama pemerintah daerah, Sanggar Asmoro Bangun juga pernah meraih rekor Museum Rekor-Dunia Indonesia (MURI) berupa pembuatan replika Kabupaten Malang dari ribuan topeng. Replika itu dibuat dalam rangka ulang tahun kabupaten pada 2007.
Menurut Handoyo, untuk melestarikan wayang topeng malang perlu ketekunan dan kerja keras. Ia mencontohkan, dirinya pernah mengajak kelompok wayang topeng lain di Malang untuk menyelenggarakan acara bulanan ”Gebyak Topeng Senin Legian” secara bergantian. Namun, hal itu sulit terwujud karena mereka umumnya terkendala masalah dana.
Bangunan sanggar yang dipimpin Handoyo itu berdiri pada 1982 atas bantuan pemerintah kabupaten setelah pihak sanggar menjadi wakil Jawa Timur untuk mengikuti festival selama satu bulan di Jakarta pada 1978. Untuk perkembangan ke depan, anak muda di daerah tersebut memiliki rencana guna menjadikan Pedukuhan Kedung Monggo sebagai desa wisata.

Sejarah Topeng Malangan




Malang - Di tengah hingar bingar masyarakat modern, keberadaan Topeng Malang semakin terpinggirkan. Agar tak semakin hilang, tak ada salahnya menyaksikan pertunjukan topeng atau mengunjungi sanggar. Ini merupakan salah satu cara yang bisa dilakukan oleh turis untuk menjaga dan melestarikan Topeng Malang.Nah, kali ini kami murid dari bu Dini Kanthi Srasaty , akan menulas tentang "Sejarah Topeng Malangan".
Wayang Topeng Malangan merupakan tradisi budaya dan religiusitas masyarakat Jawa semenjak Kerajaan Kanjuruhan yang dipimpin oleh Raja Gajayana semasa abad ke 8 M. Ini bisa penulis tafsirkan tentang fungsi Candi Badut (arti badut = tontonan) ini menunjukan bahwa saat itu candi berfungsi untuk tontonan “pendidikan yang disampaikan oleh Petinggi / Raja”.
Sedangkan Raja Gajayana ini juga mahir menarikan tarian Topeng. Coba anda cermati dari bentuk bangunan candi. Wayang Topeng Malangan mengikuti pola berfikir India, karena sastra yang dominan adalah sastra India. Jadi cerita Dewata, cerita pertapaan, kesaktian, kahyangan, lalu kematian itu menjadi muksa. Sehingga sebutan-sebutannya menjadi Bhatara Agung. Jadi itu peninggalan leluhur kita, sewaktu leluhur kita masih menganut agama Hindu Jawa, yang orientasinya masih India murni. Termasuk wayang topeng juga mengambil cerita cerita dari India, seperti kisah kisah Mahabarata dan Ramayana.
Dari keterangan diatas bisa diperkuat oleh Almarhum Karimun Bahwa “Kesenian Topeng tidak diperuntukkan acara acara kesenian seperti sekarang ini. Topeng waktu itu yang terbuat dari batu adalah bagian dari acara persembahyangan. Barulah pada masa Raja Erlangga, topeng dikontruksi menjadi kesenian tari. Topeng digunakan menari waktu itu untuk mendukung fleksibilitas si penari. Sebab waktu itu sulit untuk mendapatkan riasan (make up), untuk mempermudah riasan, maka para penari tinggal mengenakan topeng di mukanya”.
Cerita Panji dimunculkan sebagai identitas kebesaran raja raja yang pernah berkuasa ditanah Jawa. Cerita cerita Panji yang direkonstruksi oleh Singasari adalah suatu kebutuhan untuk membangun legitimasi kekuasaan Singasari yang mulai berkembang.
Wayang Topeng ini dipakai media komunikasi antara kawulo dan gusti, antara raja dan rakyatnya. Kemampuan untuk menyerap segala sesuatunya dan membumikan dalam nilai kejawaan juga banyak terjadi tatkala Islam dan Jawa mulai bergumul dalam konteks wayang topeng.
Pada saat agama Islam masuk Jawa untuk merebut hati orang Jawa. Proses Islamisasi wayang topeng oleh para wali dengan menampilkan kisah marmoyo sunat adalah sederet cerita bagaimana Islam memproduksi nilai didalamnya. Cerita menak adalah sebagai tanda masuknya Islam ditanah Jawa. Oleh karena itu cerita menakjinggo yang selama ini dominan berkembang adalah cerita menak yang dikonstruk oleh keraton Mataram yang notabene Islam.Oke , cukup segini aja ya dari kami.. Wassalam :)