Malang - Di tengah hingar bingar masyarakat modern, keberadaan Topeng Malang semakin terpinggirkan. Agar tak semakin hilang, tak ada salahnya menyaksikan pertunjukan topeng atau mengunjungi sanggar. Ini merupakan salah satu cara yang bisa dilakukan oleh turis untuk menjaga dan melestarikan Topeng Malang.Nah, kali ini kami murid dari bu Dini Kanthi Srasaty , akan menulas tentang "Sejarah Topeng Malangan".
Wayang Topeng Malangan merupakan tradisi budaya dan religiusitas masyarakat Jawa semenjak Kerajaan Kanjuruhan yang dipimpin oleh Raja Gajayana semasa abad ke 8 M. Ini bisa penulis tafsirkan tentang fungsi Candi Badut (arti badut = tontonan) ini menunjukan bahwa saat itu candi berfungsi untuk tontonan “pendidikan yang disampaikan oleh Petinggi / Raja”.
Sedangkan Raja Gajayana ini juga mahir menarikan tarian Topeng. Coba anda cermati dari bentuk bangunan candi. Wayang Topeng Malangan mengikuti pola berfikir India, karena sastra yang dominan adalah sastra India. Jadi cerita Dewata, cerita pertapaan, kesaktian, kahyangan, lalu kematian itu menjadi muksa. Sehingga sebutan-sebutannya menjadi Bhatara Agung. Jadi itu peninggalan leluhur kita, sewaktu leluhur kita masih menganut agama Hindu Jawa, yang orientasinya masih India murni. Termasuk wayang topeng juga mengambil cerita cerita dari India, seperti kisah kisah Mahabarata dan Ramayana.
Dari keterangan diatas bisa diperkuat
oleh Almarhum Karimun Bahwa “Kesenian Topeng tidak diperuntukkan acara
acara kesenian seperti sekarang ini. Topeng waktu itu yang terbuat dari
batu adalah bagian dari acara persembahyangan. Barulah pada masa Raja
Erlangga, topeng dikontruksi menjadi kesenian tari. Topeng digunakan
menari waktu itu untuk mendukung fleksibilitas si penari. Sebab waktu
itu sulit untuk mendapatkan riasan (make up), untuk mempermudah riasan,
maka para penari tinggal mengenakan topeng di mukanya”.
Cerita Panji dimunculkan sebagai
identitas kebesaran raja raja yang pernah berkuasa ditanah Jawa. Cerita
cerita Panji yang direkonstruksi oleh Singasari adalah suatu kebutuhan
untuk membangun legitimasi kekuasaan Singasari yang mulai berkembang.
Wayang Topeng ini dipakai media
komunikasi antara kawulo dan gusti, antara raja dan rakyatnya. Kemampuan
untuk menyerap segala sesuatunya dan membumikan dalam nilai kejawaan
juga banyak terjadi tatkala Islam dan Jawa mulai bergumul dalam konteks
wayang topeng.
Pada saat agama Islam masuk Jawa untuk
merebut hati orang Jawa. Proses Islamisasi wayang topeng oleh para wali
dengan menampilkan kisah marmoyo sunat adalah sederet cerita bagaimana
Islam memproduksi nilai didalamnya. Cerita menak adalah sebagai tanda
masuknya Islam ditanah Jawa. Oleh karena itu cerita menakjinggo yang
selama ini dominan berkembang adalah cerita menak yang dikonstruk oleh
keraton Mataram yang notabene Islam.Oke , cukup segini aja ya dari kami.. Wassalam :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar